Rahim Pengganti

Bab 72 "Sebuah Rahasia"



Bab 72 "Sebuah Rahasia"

0Bab 72     

"Sebuah Rahasia "     

"Mama gak boleh sakit. Mama harus sembuh," ucap Siska. Mama Ratih tersenyum ke arah anaknya itu, Caca juga ikut mendekat senyum di bibir Mama Ratih memudar hal itu membuat Carissa merasakan ada sesuatu hal yang saah dengan sikap sang Mama mertua. Karena Mama Ratih tidak pernah bersikap seperti saat ini.     

Siska diminta keluar dari ruangan tersebut, karena Mama Ratih ini berbicara dengan Bian dan Carissa. Melihat sikap sang mertua seperti ini, semakin membuat Caca tidak tenang ada rasa takut yang menyerang wanita itu. Seolah ada rahasia besar yang akan terbongkar.     

"Apa maksud kalian berdua?" tanya Mama Ratih dengan nada bicara dingin. Wanita paruh baya itu, berusaha menahan rasa sesak di dadanya, saat tahu sebuah fakta besar.     

"Apa yang Mama katakana, Bian dan negrti," ucap Bian.     

"Jelaskan maksud dari surat kontrak pernikahan kalian."     

Deg     

Deg     

Deg     

Seketika, jantung Carissa rasanya ingin copot. Wanita itu tidak menyangka akan diberikan pertanyaan seperti ini oleh sang mertua. Bukan hanya Caca tapi juga Bian terdiam dan tidak tahu harus berkata apa. Pria itu binggung kenapa bisa sang Mama berbicara seperti ini, apakah inilah penyebab kenapa Mamanya bisa sakit. Rasanya Bian ingin membunuh, orang yang dengan sengaja mengatakan hal tersebut.     

"Mama, ngomong apa sih. Surat kontrak apa yang Mama maksud," ucap Bian mencoba menutupi sesuatu yang sudah tidak bisa ditutup lagi, karena sejujurnya Bian dan Caca tahu bahwa hal ini, pasti akan terjadi dan akan terungkap.     

"Kamu tidak usah berpura-pura lagi. Mama sudah mengetahui semuanya, kenapa Bian kenapa kalian tega melakukan hal itu. Mama tidak pernah bisa membayangkan semua itu terjadi," ucap Mama Ratih dengan derai air mata yang mengalir. Melihat hal itu membuat Caca mendekat, menyetuh tangan sang mertua namun, Mama Ratih segera menepisnya. Mendapatkan perlakuaan seperti itu, semakin membuat Caca tidak karuan. Penolakan yang dilakukan oleh sang mertua, membuat sudut hati Caca menjerit sakit.     

"Aku bisa menjelaskan semuanya Ma."     

"Apa yang mau kamu jelaskan hah? Astaga memikirkan itu saja, rasanya Mama gak sanggup. Kalian berdua, gak pernah memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya hah? Astaga Mama tidak habis pikir, kamu bisa melakukan hal itu. Kamu juga Carissa, Mama sangat menyesal dan kecewa dengan sikap kamu."     

Caca sudah menangis, wanita itu terdiam dengan air mata yang mengalir, melihat kekecewaan diwajah sang mertua membuatnya tidak sanggup untuk berkata kata lainnya. Bian hanya bisa mendesah panjang, pria itu juga tidak bisa melontarkan kata kata. Lidahnya keluh, apa lagi saat ini melihat istrinya juga menangis semakin membuat Bian tidak bisa berbuat apa apa.     

***     

Mama Ratih sudah dizinkan untuk pulang ke rumah namun, sikap wanita itu semakin dingin bahkan bukan hanya Mama Ratih, Bian juga semakin menjauh dari istrinya. Hal itu semakin membuat Caca terpukul. Saat ini, seolah dirinya yang menjadi tersangka di kasus tersebut, padahal Caca tidak bermaksud seperti itu. Dirinya rela melakukan ini semua karena ingin menolong Bunda Iren namun, nyatanya Mama Ratih masih tidak percaya akan hal itu.     

"Mbak, puncat banget. Mbak makan ya," ucap Siska. Hanya wanita itu yang tidak marah dengannya, hal itu membuat Caca sedikit tenang.     

"Mbak gak lapar," jawabnya. Siska tahu, bagaimana hubungan sang abang dan kakak iparnya saat ini, benar-benar tidak baik.     

" Mbak jangan gini dong. Mas Bian, hanya butuh waktu sendiri, Mama juga please jangan seperti ini," ucap Siska dengan air mata yang ikut mengalir, melihat hal itu membuat caca semakin sakit. Wanita itu menghapus air mata sang adik lalu memeluk Siska, mengatakan semuanya akan baik baik saja.     

"Kamu gak boleh kayak gini. Mbak baik baik aja kok, wajar kalau Mama dan Mas Bian marah, emang Mbak yang salah, kan. Andai saat itu mbak gak memilih semua tidak akan terjadi," ucapnya dengan memaksakan tersenyum. Siska tahu, bagaimana perasaan Carissa saat ini. Wanita itu kembali meneteskan air matanya, tidak sanggup melihat ketegaran yang dimiliki oleh Caca. Kalau saat ini, hal tersebut ada di posisinya, Siska yakin dirinya tidak bisa bertahan seperti ini.     

Tanpa keduanya sadari sejak tadi, seseorang dibalik pintu mendengar semua ucapan yang keduanya lontarkan. Sudut hatinya berdenyut ketika melihat hal itu namun, semua harus seperti ini. Tidak dipungkiri, bahwa dirinya juga merindukan sang istri. Orang yang berdiri di san adalah Bian, pria itu hanya bisa berdiam diri tidak mampu untuk mendekat atau pun berbicara dengan istrinya. Melihat Caca dari kejauhan, hanya bisa mendekat ketika tidur sungguh rasanya sangat tidak nyaman.     

Malam harinya, semua masih sama Bian dan Mama Ratih hanya diam, keduanya tidak berkomentar sedikit pun. Melihat hal itu, hanya membuat Carissa mendesah pelan. Caca lalu undur diri, rasanya sudah tidak nyaman berada di sana.     

" Aku sudah selesai. Aku pamit ke atas dulu ya Ma, Mas," ucapnya menahan laju air mata di sudut pipinya. Jangan tanya, bagaimana sikap Bian pria itu hanya bisa menundukkan kepalanya, tidak tahu harus bersikap seperti apa. Sedangkan sang Mama hanya bisa menatao kepergian menantunya dengan tatapan nanar, Mama Ratih juga bisa merasakan bagaimana sakitnya Carissa saat ini akan sikapnya.     

" Mas Bian dan Mama apa apaan sih, kenapa kalian berdua bersikap seperti ini. Kalian tidak tahu bagaimana terlukanya mbak Caca karena sikap ini. Ma, Mama gak bisa menyalahkan mbak Caca sepenuhnya, ini terjadi karena Mas Bian dan manusia ular itu. Mbak Caca memiliki pilihan yang sulit, hanya menjadi Rahim pengganti untuk Mas Bian namun, semua berubah seiring berjalannya waktu. Dan Mas juga harusnya tidak bisa bersikap dingin dengan Mbak Caca, kalau emang dari awal Mas hanya ingin anak, jangan pernah memberikan harapan. Ceraikan saja Mbak Caca, dan kembalilah dengan manusia ular itu," ucap Siska dengan nada tinggi. Mendengar kata cerai membuat Bian marah, pria itu tidak suka dengan apa yang dilontarkan oleh adiknya, matanya menatap tajam ke arah Siska yang juga di balas sama.     

"Jaga ucapan kamu Siska," ucap Mama Ratih.     

"Kenapa? Apa yang aku ucapkan itu benar kan. Tolong jangan buat Mbak Caca seperti ini." Siska segera meninggalkan ruangan makan, wanita itu tiba tiba tidak nafsu makan lagi, Bian menatap ke arah Mama Ratih.     

"Kita harus menyelesaikan semuanya Ma. Aku gak bisa seperti ini," ujarnya.     

" Iya Mama juga gak sanggup Bian."     

***     

Carissa berdiri di balkon kamarnya, setelah menyusui Melody wanita itu pergi ke sana, terpahan angin malam sangat menyusuk kulit. Tatapan mata Caca menatap kea rah depan, setetes air matanya mengalir, bukan seperti ini yang dia inginkan. Mengingat masa masa itu, membuat Caca memejamkan matanya rasanya sangat sakit, sakit hingga dadanya begitu sesak.     

Hingga seseorang memeluknya dari belakang, sontak hal itu membuat Caca terkejut, wanita itu memcoba melepaskan namun, tidak bisa. Orang itu menggunakan pakaian serba hitam, mendekap mulut Caca dan membawanya keluar dari dalam kamar.     

"Supprise!!" pekik semua orang.     

##     

Hulla. Semoga kalian suka ya, selamat membaca dan sehat selalu buat semuanya yaa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.